3 Kesalahan Berkaitan Memandikan Jenazah

 

1) Tidak Memandikan Dan Menshalati Janin Yang Keguguran

 

Al-Kharqiy berkata, ‘Janin yang keguguran, jika dia terlahir lebih dari empat bulan, maka dia dimandikan, dan dishalati.”([1]) Akan tetapi ini adalah anjuran (sunnah) dan bukan kewajiban.

 

2) Mengeluarkan Wanita Haidh Dan Nifas Dari Sisi Orang Yang Sedang Menghadapi Sakaratul Maut, Atau Saat Memandikan Jenazah.

 

Sebagian orang bersikap keras terhadap permasalahan ini. Bahkan terdapat sebagian khathib yang berceloteh, dan menyatakannya dengan terang-terangan di atas mimbar atau di tengah muhadharah (kajian)nya di majelis-majelis ilmu, hingga perkara ini menjadi tersiar diantara manusia. Dan seakan-akan ia adalah termasuk bagian dari perkara-perkara yang mewajibkan keluarga orang yang sedang menghadapi sakaratul maut untuk mengeluarkan wanita-wanita nifas atau haidh dari sisinya. Semua ini tidak ada dalilnya, dan barangsiapa mengatakan sesuatu yang menyelisihinya, maka hendaknya dia mendatangkan dalil.

3)Keyakinan bahwa wanita haidh atau junub tidak boleh memandikan mayit.

 

Ini adalah sebuah keyakinan yang salah. Dimana tidak dalil yang melarang yang demikian.

 

Imam Nawawiy rahimahullah di dalam al-Majmuu’ (5/187) berkata, ‘Boleh bagi yang junub dan haidh untuk memandikan mayit tanpa ada kemakruhan. Al-Hasan dan Ibnu Sirin memakruhkannya, sementara Imam Malik memakruhkan yang junub saja. Akan tetapi dalil kami adalah bahwa keduanya suci seperti wanita-wanita lainnya.”

 

(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (2) Akhthooun Nisa al-Muta’alliqah fi al-Janaaiz, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)

_____________________________

Footnote:

([1]) Mukhtashar al-Kharqiy, hal. 38-pent

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *