Tuntunan Zakat Fithri

Disusun oleh Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

 

Sesungguhnya Islam adalah agama agung yang telah diridhai oleh Allah ﷻ untuk manusia. Dan dengan rahmatNya, Allah telah menjadikan bagi umat ini dua hari raya setiap tahunnya. Dua hari raya tersebut mengiringi dua rukun Islam yang besar. ‘Iedul adh-ha mengiringi ibadah haji, dan ‘iedul fithri mengiringi ibadah puasa Ramadhan.

 

Menjelang ‘iedul fithri ada kewajiban zakat fithri, maka pembahasan ringkas ini semoga dapat menjadi sumbangan di dalam menjalankan ibadah ini.   Inilah di antara hadits-hadits tentang zakat fithri:

 

1- Hadits Pertama:

 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ  طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ

 

Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah ﷺ telah mewajibkan zakat fithri, untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘ied) maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘ied) maka itu adalah satu shadaqah dari shadaqoh-shadaqoh.”([1])

 

2- Hadits kedua:

 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata: “Rasulullah ﷺ telah mewajibkan zakat fithri sebanyak satu shaa’ kurma atau satu shaa’ gandum. Kewajiban itu dikenakan kepada budak, orang merdeka, lelaki wanita, anak kecil, dan orang tua dari kalangan umat Islam. Dan beliau memerintahkan agar zakat itu ditunaikan sebelum keluarnya manusia menuju shalat (‘ied)”.([2])

 

KETERANGAN:

 

Makna zakat fithri.

 

Makna zakat fithri atau shadaqah fithri adalah shadaqah yang wajib ditunaikan dengan sebab fithri (berbuka) dari puasa Ramadhan.([3])

 

Hikmahnya.

 

Hadits pertama di atas menjelaskan hikmah zakat fithri adalah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.

 

Hukumnya.

 

Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata: “Telah bersepakat semua ahli ilmu yang kami menghafal darinya bahwa shadaqah fithri wajib”.([4])

 

Siapa yang wajib mengeluarkannya?

 

Hadits kedua menunjukkan bahwa zakat fithri wajib bagi setiap muslim, baik orang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, kecil atau tua, kaya atau miskin, yang mampu menunaikannya. Sehingga syarat wajib zakat fithri dua: 1) Islam dan 2) Mampu.

 

Dan ukuran kemampuan, menurut jumhur ulama (Malikiyah, Syaifi’iyyah, dan Hanabilah), adalah seseorang memiliki kelebihan makanan pokok bagi dirinya dan orang-orang yang dia tanggung nafkahnya untuk satu malam ‘ied dan siangnya. Karena orang yang demikian ini telah memiliki kecukupan, sebagaimana hadits di bawah ini:

 

عَنْ سَهْلِ ابْنِ الْحَنْظَلِيَّةِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ النَّارِ» -وَقَالَ النُّفَيْلِيُّ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ مِنْ جَمْرِ جَهَنَّمَ- فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا يُغْنِيهِ -وَقَالَ النُّفَيْلِيُّ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ وَمَا الْغِنَى الَّذِي لَا تَنْبَغِي مَعَهُ الْمَسْأَلَةُ- قَالَ: «قَدْرُ مَا يُغَدِّيهِ وَيُعَشِّيهِ» -وَقَالَ النُّفَيْلِيُّ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ أَنْ يَكُونَ لَهُ شِبْعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ أَوْ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ

Dari Sahl Ibnul Hanzhaliyyah, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa minta-minta, padahal dia memiliki apa yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia memperbanyak dari api neraka”

 

-An-Nufaili mengatakan pada tempat yang lain: “dari bara jahannam”-

 

Maka para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah yang  mencukupinya?”

 

-An-Nufaili mengatakan pada tempat yang lain: “Apakah kecukupan yang dengan itu tidak pantas minta-minta?”

 

Beliau bersabda: “Seukuran yang mencukupinya waktu pagi dan waktu sore”. 

 

-An-Nufaili mengatakan pada tempat yang lain: “Dia memiliki (makanan) yang mengenyangkan sehari dan semalam” atau “semalam dan sehari”.([5])([6])

 

Bagaimana dengan janin?

 

Salafus Shalih biasa mengeluarkan zakat fithri bagi janin, sebagaimana dikatakan oleh Abu Qilabah rohimahulloh: “Mereka biasa memberikan shadaqah fithri, termasuk memberikan dari bayi di dalam kandungan”.([7])

 

Demikian juga khalifah ‘Utsman bin ‘Affan mengeluarkan zakat fithri dari janin.([8])

 

Janin di sini yang sudah berumur 4 bulan, karena sudah ditiupkan ruh padanya.([9])

 

Suami membayar zakat fithri dari dirinya dan orang-orang yang dia tanggung.

 

Mayoritas ulama berpendapat bahwa suami wajib membayar zakat fithri bagi dirinya dan orang-orang yang dia tanggung. Berdasarkan hadits di bawah ini:

 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : أَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَدَقَةِ الْفِطْرِ عَنِ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ وَالْحُرِّ وَالْعَبْدِ مِمَّنْ تُمَوِّنُوْنَ

 

Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata: “Rasulullah ﷺ telah memerintahkan shadaqah fithri dari  anak kecil dan orang tua, orang merdeka dan budak, dari orang-orang yang kamu tanggung”.([10])

 

Wujudnya:

 

Wujud zakat fithri adalah makanan pokok daerah yang ditempati orang yang berzakat. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan yang paling benar –insya Allah- di antara pendapat para ulama.([11])

 

Ukurannya.

 

Ukuran zakat fithrah setiap orang adalah satu sha’ kurma kering, atau anggur kering, atau gandum, atau keju, atau makanan pokok yang menggantikannya, seperti beras, jagung, atau lainnya. Sebagaimana hadits di atas.

 

Para ulama berbeda pendapat tentang hinthah (sejenis gandum yang bagus),  apakah satu sha’ seperti lainnya, atau setengah sha’, dan pendapat kedua inilah yang benar, insya Allah.([12])

 

Ukuran sha’ yang berlaku adalah sha’ penduduk Madinah zaman Nabi ﷺ.

 

Syaikh Al-‘Utsaimin rohimahulloh berkata: “Para ulama telah mencoba dengan gandum yang bagus. Mereka telah menelitinya dengan penelitian yang sempurna. Dan aku telah menelitinya, satu sha’ mencapai 2 kg 40 gr gandum yang bagus. Telah maklum bahwa benda-benda itu berbeda-beda ringan dan beratnya. Maka jika benda itu berat, kita berhati-hati dan menambah timbangannya. Jika benda itu ringan, maka kita (boleh) menyedikitkan”.([13])

 

Tidak boleh diganti jenis lainnya.

 

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi berkata: “Zakat fithri wajib dikeluarkan dari jenis-jenis makana, dan tidak menggantinya dengan uang, kecuali karena darurat (terpaksa). Karena tidak ada dalil bahwa Nabi n menggantikan zakat fithri dengan uang, bahkan juga tidak dinukilkan walaupun dari para sahabat, mengeluarkannya dengan uang”.([14])

 

Waktu Mengeluarkan.

 

Waktu terakhir membayar zakat fithri adalah shalat ‘ied, dan boleh dibayarkan sehari atau dua hari sebelum ‘ied. Nafi’ berkata: “Ibnu Umar biasa memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang menerimanya, mereka itu diberi sehari atau dua hari sebelum fithri”.([15])

 

Yang berhak menerima

 

Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang berhak menerima zakat fithri menjadi beberapa pendapat:

 

(1) 8 golongan sebagaimana zakat maal.

 

(2) 8 golongan penerima zakat maal, tetapi diutamakan orang-orang miskin.

 

(3) Hanya orang miskin.

 

Pendapat terakhir ini -insya Allah- yang rajih (paling kuat) dengan alasan-alasan sebagai berikut:

 

1) Hadits Nabi ﷺ tentang zakat fithri: dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.([16])

 

2) Zakat fithri termasuk jenis kaffarah (penebus kesalahan/dosa) sehingga berwujud makanan yang diberikan kepada orang yang berhak, yaitu orang miskin, wallahu a’lam.

 

3) Jika pembagian zakat fithri seperti zakat mal, maka boleh dibagi untuk delapan golongan, maka sesungguhnya bagian tiap-tiap golongan akan menjadi sedikit. Tidak akan mencukupi bagi gharim (orang yang menanggung hutang), atau musafir, atau fii sabilillah, atau lainnya. Sehingga tidaklah sesuai dengan hikmah disyari’atkannya. Wallahu ‘alam.([17])

 

Panitia zakat fithri?

 

Termasuk Sunnah Nabi ﷺ adalah adanya orang-orang yang mengurusi zakat fithri. Inilah di antara keterangan yang menunjukkan hal ini:

 

1) Nabi ﷺ telah mewakilkan Abu Hurairah menjaga zakat fithri.([18])

 

2) Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma biasa memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang menerimanya([19]) Mereka ini adalah para pegawai yang ditunjuk oleh imam/pemimpin. Tetapi mereka tidak mendapatkan bagian zakat fithri dengan sebab mengurus ini, kecuali sebagai orang miskin, sebagaimana telah kami jelaskan di atas.([20])

 

Inilah sedikit pembahasan seputar zakat fithri, semoga bermanfaat untuk kita semua.

 

MAROJI’:

Sifat Shoum Nabi ﷺ fii Romadhon, hlm: 101-107, karya syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dan syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari; dll

 

___________________

Footnote:

([1]) HR. Abu Dawud, no: 1609; Ibnu Majah, no: 1827; dihasankan oleh syaikh Al-Albani

([2]) HR. Bukhari, no: 1503; Muslim, no: 984

([3]) Shahih Fiqhis Sunnah 2/79

([4]) Ijma karya Ibnul Mundzir, hlm: 49, dinukil dari Shahih Fiqhis Sunnah 2/80

([5]) HR. Abu Dawud, no: 1629; dishahihkan oleh syaikh Al-Albani

([6]) Lihat: Ta’liqot Rodhiyyah 1/55-554; Al-Wajiz: 230; Minhajul Muslim: 299

([7]) Riwayat Abdurrazaq, no: 5788

([8]) Riwayat Ibnu Abi Syaibah 3/419; dan Abdullah bin Ahmad di dalam Masail no: 644

([9]) Lihat Syarhul Mumti’ 6/162-163, penerbit Muassasah Aasaam, cet: 1, th 1416 H / 1996 M

([10]) Hadits Hasan. Lihat Irwaul Ghalil, no: 835; Sifat Shoum Nabi ﷺ  fii Romadhon, hlm: 105, karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dan syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari

([11]) Majmu’ Fatawa 25/68-69

([12]) Lihat kitab Sifat Shoum Nabi ﷺ  fii Romadhon, hlm: 105

([13]) Syarhul Mumti’ 6/176-177

([14]) Minhajul Muslim, hlm: 231

([15]) HR. Bukhari, no: 1511; Muslim, no: 986

([16]) HR. Abu Dawud, no: 1609; Ibnu Majah, no: 1827; dll

([17]) Lihat: Majmu Fatawa 25/71-78, syeikhul Islam Ibnu Taimiyah;  Zadul Ma’ad 2/44, imam Ibnul Qoyyim; dll

([18]) HR. Bukhari, no: 3275

([19]) HR. Bukhari, no: 1511; Muslim, no: 986

([20]) Sifat Shoum Nabi ﷺ fii Romadhon, hlm: 106

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *