Memulai Dan Mengakhiri Puasa Romadhon Bersama Pemerintah

 

Agama Islam datang dari Allah untuk mengatur manusia. Dan agama Islam telah sempurna di dalam segala ajarannya. Termasuk dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan puasa Romadhon, yang merupakan rukun Islam yang ke empat.

 

Termasuk perkara yang sering diperselisihkan oleh Umat Islam adalah memulai hari puasa Romadhon dan meng-akhirinya.

 

  • Sebagian Umat Islam mengikuti penetapan golongan-nya, atau organisasi-nya, yang jauh-jauh hari sudah menetapkan tgl 1 Romadhon dan tgl 1 Syawal, berdasarkan ilmu hisab.
  • Sebagian Umat Islam mengikuti penetapan pemerintah, setelah sidang its-bat ru’yatul hilal yang dipadukan dengan ilmu hisab untuk penetapan tgl 1 Romadhon dan tgl 1 Syawal.

 

MANA YANG BENAR DARI DUA PENDAPAT DI ATAS?

 

Yang benar adalah pendapat ke dua, yaitu mengikuti penetapan pemerintah. Hal ini dengan alasan-alasan sebagai berikut:

 

1-         Mengikuti penetapan pemerintah adalah persatuan.

 

Karena Pemerintah di Negara ini satu. Sedangkan organisasi banyak jumlahnya. Sehingga mengikuti organisasi ketika terjadi perbedaan di dalam menetapkan awal dan akhir Romadhon menyebabkan perpecahan.

 

Padahal persatuan diperintahkan oleh Alloh, dan perpecahan dilarang.

 

Allah ﷻ berfirman:

 

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا

 

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali-‘Imraan/3: 103)

 

Nabi ﷺ bersabda:

 

وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ

 

“Al-Jama’ah (persatuan) merupakan kenikmatan, perpecahan merupakan siksaan”.([1])

 

2- Mengikuti penetapan pemerintah di dalam kebaikan adalah ketaatan kepada Alloh.

 

Alloh ﷻ berfirman:

 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

 

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’/4: 59)

 

Selama penguasa itu seorang muslim -walaupun berbuat kefasikan- maka wajib ditaati di dalam kebaikan. Tidak diragukan bahwa  menetapkan awal dan akhir puasa Romadhon untuk kaum muslimin merupakan kebaikan, karena akan menyatukan umat, apalagi jika pemerintah berusaha untuk menetapkannya berdasarkan ru’yatul hilal.

 

3- Mengikuti penetapan pemerintah adalah ketaatan kepada Nabi utusan Alloh.

 

Karena Pemerintah menetapkan awal dan akhir Romadhon berdasarkan ru’yatul hilal, dan ini diperintahkan dan diputuskan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi was sallam.

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – يَقُولُ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَو قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم : «صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُبِّىَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ »

 

Dari Abu Huroiroh -semoga Alloh meridhoinya- dia berkata: Nabi ﷺ atau Abul Qasim ﷺ bersabda: “Berpuasalah karena melihatnya (hilal Romadhon), dan  berbukalah karena melihatnya (hilal Syawal). Jika hilal tertutup mendung, maka sempurnakanlah hitungan Sya’ban tiga puluh hari”.([2])

 

4- Mengikuti penetapan pemerintah adalah pengamalan keputusan Nabi: berpuasa dan berbuka bersama semua Umat Islam.

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ»

 

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Berpuasa adalah hari kamu berpuasa, berbuka adalah hari kamu berbuka, dan adh-ha adalah hari kamu menyembelih korban”.([3])

 

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh (wafat th 1420 H) berkata: “Kewajiban seorang muslim berpuasa bersama pemerintah yang dia berada di sana, juga berbuka bersama pemerintah itu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

 

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

 

“Puasa adalah hari kamu berpuasa, berbuka adalah hari kamu berbuka, dan adh-ha adalah hari kamu menyembelih korban. “ Wabillahit taufiq”.([4])

 

5- Mengikuti penetapan pemerintah adalah amalan Umat Islam sejak zaman Nabi.

 

Adapun mengikuti organisasi di dalam menetapkan awal dan akhir Romadhon adalah perkara baru di dalam agama dan menyebabkan perpecahan umat.

 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

 

Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Orang-orang berusaha melihat hilal, maka aku memberitahukan kepada Rosululloh ﷺ bahwa aku telah melihatnya. Maka beliau berpuasa dan  memerintahkan orang-orang untuk berpuasa dengan sebab puasa beliau”.([5])

 

6- Mengikuti penetapan pemerintah menghilangkan perselisihan.

 

Lembaga Fatwa dan Riset Saudi Arabia menyatakan: “Jika mereka (Umat Islam) berselisih, hendaklah mereka memegangi keputusan Penguasa di negara mereka, jika penguasa itu muslim, karena ketetapan penguasa dengan salah satu dari dua pendapat akan menghilangkan perbedaan pendapat dan umat harus mengamalkannya.

 

Jika penguasa bukan muslim, mereka dapat memegangi keputusan Majlis Markaz Islam di negara mereka karena menjaga persatuan di dalam puasa Romadhon dan sholat ‘ied mereka di negara mereka”.([6])

 

7- Menggunakan hisab di dalam menentukan awal bulan pasti membawa perselisihan.

 

Sesungguhnya ada beberapa macam ilmu hisab, inilah ringkasannya:

 

  • HISAB ‘URFI:

 

Sistem hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi.

 

Perhitungan secara Urfi ini bersifat tetap, umur bulan itu tetap setiap bulannya.

  • Bulan yang ganjil/gasal berumur tiga puluh hari.
  • Sedangkan bulan yang genap berumur dua puluh sembilan hari.

 

  • HISAB HAKIKI:

 

Hisab ini yang didasarkan pada peredaran bulan yang sebenarnya, hisab ini dibagi lagi menjadi tiga tingkatan:

  • Pertama, hisab Haqīqī Taqrībī.

 

Hisab yang tingkat akurasi penghitungannya rendah.

 

Contohnya kitab Sullam an-Nayyirain karya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri; dll

 

  • Kedua, hisab Ңaqīqī bi at-Tahqīqī,

 

Hisab yang tingkat akurasi penghitungannya sedang.

 

Contoh kitab Hisab Hakiki karya K Wardan Dipo Ningrat

 

  • Ketiga, hisab Haqiqi Kontemporer,

 

Hisab yang tingkat akurasi penghitungannya tinggi.

 

Seperti “Metode al-Mawaqit” karya Khafid, Ephimeris Departemen Agama

 

Pemilahan ini dalam forum seminar sehari ilmu Falak tanggal 27 April 1997 di Tugu, Bogor, Jawa Barat([7])

 

KRITERIA HISAB DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KALENDER HIJRIYYAH

 

Ada dua kriteria, yaitu:

 

  • Wujudul Hilal

 

Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip:

  1. Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub),
  2. Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset);

 

Maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.

 

  • Imkanur Rukyat MABIMS

 

Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:

 

Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:

 

  • Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
  • Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.([8])

 

PASTI TERJADI PERSELISIHAN

 

Jika ilmu hisab haiqiqi kontemporer (yang akurasinya tinggi) telah menentukan posisi hilal (bulan muda) sudah di atas ufuk, sehingga sudah wujud, namun di bawah 2% (MABIMS lama) atau 3 % (MABIMS baru), maka pasti terjadi perselisihan. Sebab:

 

  • Kriteria hisab wujudul hilal menetapkan sudah masuk awal bulan (tgl 1)
  • Kriteria hisab imakur ru’yah menetapkan belum masuk awal bulan (tgl 30)

 

Metode yang menyebabkan perselisihan dan perpecahan kenapa tetap diikuti?

 

Sedangkan Alloh dan Rosul-Nya memerintahkan persatuan dan melarang perpecahan?

 

8- Orang beriman menjadikan Nabi sebagai hakim di dalam perselisihan.

 

Sedangkan Nabi ﷺ sudah memutuskan menetapkan awal dan akhir Romadhon dengan ru’yatul hilal.

 

Allah ﷻ berfirman:

 

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ  إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

 

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“ (QS. An-Nisa’/4: 59)

 

Allah ﷻ juga berfirman:

 

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

 

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’/4: 65)

 

9- Orang beriman patuh kepada keputusan Alloh dan Rosul-Nya.

 

Allah ﷻ berfirman:

 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ () وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

 

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzaab/33: 36)

 

10- Menolak kebenaran dari Nabi, dengan alasan ilmu pengetahuan manusia, bukan sifat orang beriman

 

Allah ﷻ berfirman:

 

فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

 

“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” (QS. Al-Mukmin/40: 83)

 

11-     Menggunakan ru’yatul hilal adalah Sabilul Mukminin.

 

Umat Islam harus mengikuti sabilul mukminin (jalan-jalan orang-orang yang beriman). Menyimpang darinya diancam dengan kesesatan di dunia dan ancaman neraka di akhirat.

 

Allah ﷻ berfirman:

 

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

 

“Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS. An-Nisa’/4: 115)

 

Sejak abad pertama sampai ketiga hijriyah, semua Umat Islam menggunakan ru’yatul hilal untuk mengawali dan mengakhiri puasa Romadhon, sehingga ini merupakan ijma’ dan sabilul mukminin yang harus diikuti.

 

12- Menetapkan awal dan akhir Romadhon dengan hisab, merobah agama Nabi Muhammad ﷺ.

 

Nabi Muhammad ﷺ telah menetapkan dan memerintahkan kaum muslimin untuk memulai puasa Romadhon dan mengakhirinya dengan ru’yatul hilal.

 

Jika ada orang yang menetapkan dan mengajak kaum muslimin untuk memulai puasa Romadhon dan mengakhirinya dengan hisab, maka dia telah merobah agama Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi was sallam yang dibawa dari Alloh Pencipta manusia.

 

  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh (wafat th 728 H) berkata:

 

وَالضَّرْبُ الْأَوَّلُ قَدْ يَدْخُلُونَ فِي تَبْدِيلِ الْإِسْلَامِ. فَإِنَّا نَعْلَمُ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ أَنَّ الْعَمَلَ فِي رُؤْيَةِ هِلَالِ الصَّوْمِ أَوْ الْحَجِّ أَوْ الْعِدَّةِ أَوْ الْإِيلَاءِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَحْكَامِ الْمُعَلَّقَةِ بِالْهِلَالِ بِخَبَرِ الْحَاسِبِ أَنَّهُ يُرَى أَوْ لَا يُرَى لَا يَجُوزُ. وَالنُّصُوصُ الْمُسْتَفِيضَةُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ كَثِيرَةٌ. وَقَدّ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَيْهِ. وَلَا يُعْرَفُ فِيهِ خِلَافٌ قَدِيمٌ أَصْلًا وَلَا خِلَافٌ حَدِيثٌ؛ إلَّا أَنَّ بَعْضَ الْمُتَأَخِّرِينَ مِنْ الْمُتَفَقِّهَةِ الحادثين بَعْدَ الْمِائَةِ الثَّالِثَةِ زَعَمَ أَنَّهُ إذَا غُمَّ الْهِلَالُ جَازَ لِلْحَاسِبِ أَنْ يَعْمَلَ فِي حَقِّ نَفْسِهِ بِالْحِسَابِ فَإِنْ كَانَ الْحِسَابُ دَلَّ عَلَى الرُّؤْيَةِ صَامَ وَإِلَّا فَلَا. وَهَذَا الْقَوْلُ وَإِنْ كَانَ مُقَيَّدًا بِالْإِغْمَامِ وَمُخْتَصًّا بِالْحَاسِبِ فَهُوَ شَاذٌّ مَسْبُوقٌ بِالْإِجْمَاعِ عَلَى خِلَافِهِ. فَأَمَّا اتِّبَاعُ ذَلِكَ فِي الصَّحْوِ أَوْ تَعْلِيقُ عُمُومِ الْحُكْمِ الْعَامِّ بِهِ فَمَا قَالَهُ مُسْلِمٌ.

 

“Jenis orang-orang yang pertama (orang-orang yang menetapkan awal bulan dengan hisab-pent) bisa masuk di dalam tabdil Islam (mengganti/merobah Islam).

 

Sebab kita mengetahui secara pasti dari agama Islam, bahwa menentukan terlihatnya hilal dalam penentuan pelaksanaan ibadah shaum, haji, ‘iddah, ila’ atau hukum-hukum lainnya yang terkait dengan hilal berdasarkan berita seorang ahli hisab, bahwa hilal terlihat atau tidak terlihat, maka yang demikian tidak boleh.

 

Dalil-dalil yang terkenal dari Nabi ﷺ dalam masalah ini sangat banyak.

 

Dan kaum muslimin telah berijma’ dalam masalah tersebut.

 

Tidak diketahui adalah perbedaan pendapat dalam masalah tersebut, baik dulu maupun sekarang.

 

Kecuali sebagian muta’akhkhirin (orang-orang yang datang belakangan) dari kalangan orang-orang yang mempelajari fiqh, yang muncul setelah abad ketiga, mengklaim bahwa apabila hilal terhalangi mendung maka boleh bagi seorang ahli hisab untuk menerapkan hisabnya untuk dirinya sendiri, jika hisab menunjukkan hilal terlihat maka berpuasa, jika tidak maka tidak berpuasa.

 

Klaim ini, meskipun terbatas pada waktu mendung dan khusus bagi ahli hisab itu itu saja, namun itu merupakan pendapat yang ganjil, telah didahului oleh ijma’ yang menunjukkan hal sebaliknya.

 

Adapun mengikuti penetapan hisab di dalam cuaca cerah, atau mengkaitkan hukum umum dengannya (yaitu cuaca cerah dan mendung menggunakan hisab), maka tidak pernah diucapkan oleh seorang muslim pun.“([9])

 

13- Kewajiban mengajak manusia kepada Alloh, bukan kepada diri sendiri, atau golongan.

 

Nabi Muhammad ﷺ dan para pengikutnya mengajak manusia kepada Alloh.

 

Allah ﷻ berfirman:

 

قُلْ هَذِهِ سَبِيْلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ

 

“Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku), aku mengajak (kamu) kepada Allah dengan ilmu yang yakin”. (QS. Yusuf/12: 108)

 

Mengajak kepada golongan merupakan perilaku jahiliyah.

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ، وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً ، وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ، أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ، أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً، فَقُتِلَ، فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ »

 

Dari Abu Huroiroh, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Barangsiapa keluar dari ketaatan dan meninggalkan Al-Jama’ah (Jama’atul Muslimin; Umat Islam yang dipimpin Penguasa Muslim), lalu dia mati, dia mati dengan sifat kematian jahiliyah (yaitu tidak memiliki Pemimpin). Barangsiapa berperang di bawah bendera yang tidak jelas, dia marah karena golongan, atau mengajak kepada golongan, atau menolong (karena) golongan, lalu dia terbunuh, maka itu sifat terbunuh jahiliyah”.([10])

 

14-   Tidak boleh taat kepada Pemimpin di dalam kesalahan.

 

Tidak boleh mentaati makhluk di dalam bermaksiat kepada Al-Kholiq.

 

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

 

«لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعْرُوفِ»

 

“Tidak ada ketaatan kepada (manusia) dalam bermaksiat (kepada Alloh). Ketaatan kepada (manusia) hanya dalam perkara ma’ruf”.([11])

 

Dan tidak boleh menyekutukan Alloh di dalam ketaatan, seperti Yahudi dan Nashoro. Yaitu menganggap yang benar adalah perkataan tokohnya padahal menyelisihi agama, bukan kebenaran yang datang dari Alloh dan Rosul-Nya.

 

Allah ﷻ berfirman memberitakan tentang orang-orang Yahudi dan Nashoro yang telah mengangkat orang-orang ‘alim dan rahib-rahib mereka sebagai “tuhan-tuhan” selain Alloh.

 

اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَآأُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا إِلَهًا وَاحِدًا لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

 

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah/9: 31)

 

Maka janganlah Umat Islam menolak kebenaran dari Alloh dan Rosul-Nya, dengan sebab mengikuti para pemimpin di organisasinya.

 

15-  Jangan Menolak Kebenaran.

 

Kebenaran mutlak datang dari Allah Ta’ala, dan sepantasnya orang-orang yang sudah kesampaian al-haq untuk menerima dan mengikutinya. Jangan sekali-kali seorang muslim menolak kebenaran, siapapun pembawanya. Karena menolak kebenaran itu merupakan sifat kesombongan yang dibenci oleh Allah Ta’ala.

 

Nabi ﷺ bersabda:

 

«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ» قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً ؟ قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ »

 

“Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya: “Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)

 

Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”.([12])

 

NB:

 

Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil untuk menggunakan hisab di dalam menentukan awal bulan hijriyah, spt QS. Yunus: 5; QS. Al-Isro’: 12; maka jawabannya:

 

1- Kata “hisab” disebutkan 37 kali di dalam Al-Qur’an, semuanya maknanya perhitungan, dan ini makna hisab secara lughoh (bahasa Arab). Termasuk di dalam QS. Yunus: 5; QS. Al-Isro’: 12. Bukan bermakna ilmu hisab.

 

2- Seandainya bermakna ilmu hisab, maka apakah dengan kriteria wujudul hilal atau imkanur ru’yah? Dan ini perkara yang diperselisihkan oleh ahli hisab. Sedangkan agama Islam datang membawa persatuan, bukan perselisihan.

 

3- Penggunaan dalil seperti itu bertentangan dengan ketetapan Nabi dan Umat Islam sejak zaman dahulu.

 

Bagaimana mungkin anda tahu tafsir Al-Qur’an yang benar menurut anda, kemudian Nabi dan sahabat tidak tahu? Bahkan Nabi menyelisihinya.

 

Yang benar pendapat anda, atau penjelasan Nabi ﷺ utusan Alloh?

 

PENUTUP

 

Ini sedikit tulisan untuk saling mengingatkan di dalam menetapi kebenaran dan kesabaran, semoga bermanfaat bagi kita semua. Sesungguhnya nasehat itu akan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Aku tidak menghendaki kecuali melakukan perbaikan sesuai dengan kemampuanku. Tidak ada yang memberikan taufiq kecuali Alloh Ta’ala.

 

Semoga Alloh selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju sorga-Nya yang penuh kebaikan. Wal hamdulillahi Robbil ‘alamin

 

Ditulis oleh Muslim Atsari,

Sragen, Bakda Ashar Rabu, 14-Sya’ban-1443 H / 16-Maret-2022

 

_________________

Footnote:

([1]) HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, dan Ibnu Baththah, dari An-Nu’man bin Basyir. Dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah no: 667

([2]) HR. Bukhori, no. 1909; Muslim, 1081/18; Ahmad, no. 9556, 10060. Kata “Sya’ban” riwayat Bukhori

([3]) HR. Tirmidzi, no. 697-dan ini lafazhnya- ; Hadits semakna HR. Tirmidzi, 802; Abu Dawud, no. 2324; Ibnu Majah, no. 1660. Syaikh Al-Albani menyatakan “Shohih lighoirihi” di dalam Irwaul Gholil, no. 905

([4]) Majmu’ Fatwa syaikh Bin Baaz 3/175; Fatawa Romadhon, no. 58, hlm. 112

([5]) HR. Abu Dawud, no. 2342; Ibnu Hibban, no. 3447. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Irwaul Gholil, no. 908

([6]) Lajnah Daimah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal Ifta’, Wakil ketua: Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi; Anggota: Syaikh ‘Abdulloh bin Mani’ dan Syaikh ‘Abdulloh bin Ghudayyan) (Fatwa no. 388; Fatawa Romadhon, no. 62

([7]) Izzuddin, 2006: 135-136

([8]) Sejak awal th. 2022 Kementerian Agama mengadopsi Kriteria Baru MABIMS, yaitu tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat

([9]) Majmu’ Fatawa, 25/132-133

([10]) HR. Muslim, no. 1848/53; Ahmad, no. 7944

([11]) HR. Bukhori, no. 7257; Muslim, no. 1840/39

([12]) HR. Muslim, no. 2749, dari Abdullah bin Mas’ud

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *