Atsar Tentang Tamimah

 

وَعَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: “مَنْ قَطَعَ تَمِيْمَةً مِنْ إِنْسَانٍ كَانَ كَعِدلِ رَقَبَةٍ”. رَوَاهُ وَكِيْعٌ.

 

Dari Said bin Jubair radhiyallaahu ‘anhu dia berkata: “Barang siapa yang memotong tamimah dari seseorang maka tindakannya itu sama dengan memerdekakan seorang budak.” Diriwayatkan oleh Waki’

 

وَلَهُ عَنْ إِبْرَاهِيْمَ: كَانُوا يَكْرَهُوْنَ التَّمَائِمَ كُلَّهَا مِنَ الْقُرْآنِ وَغَيْرِ اْلقُرْآنِ.

 

Dan waki’ meriwayatkan pula dari Ibrahim (An Nakha’i, ia berkata): “Mereka (para sahabat) membenci segala jenis tamimah, baik dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun bukan dari ayat-ayat Al-Qur’an.”

 

Waki’:

 

Dia adalah Waki’ bin al-Jarrah; seorang tsiqah, imam, dan pemilik berbagai karya. Wafat pada tahun 197 H.

 

Ibrahim:

 

Ia adalah Imam Ibrahim an-Nakha-iy; seorang tsiqah dari pembesarnya para fuqaha’; wajfat pada tahun 96 H.

 

Kosakata:

 

[كَعِدلِ رَقَبَةٍ]: maksudnya adalah hal itu seperti pahala memerdekakan seorang budak.

 

[وَلَهُ] : maksudnya waki’ juga meriwayatkan.

 

[كَانُوا] : maksudnya adalah para sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, dan mereka adalah para tokoh Tabi’in.

 

Makna kedua atsar secara global:

 

Pemberitaan bahwa orang yang menyingkirkan dari seorang manusia apa yang dia gantungkan pada dirinya untuk menolak marabahaya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang telah memerdekakan budak dari perbudakan; dikarenakan manusia ini telah diperbudak oleh syetan dengan penggantungan tamimah pada dirinya. Maka jika dia memutusnya, maka menyingkir pula darinya perbudakan syetan. Dan Ibrahim an-Nakha-iy telah mengisahkan dari sebagian tokoh para Tabi’in, bahwa mereka meratakan pelarangan dari menggantungkan tamimah; sekalipun yang tertulis di dalamnya hanyalah al-Qur`an, sebagai bentuk penutupan bagi celah kesyirikan.

 

Korelasi hubungan kedua atsar bagi bab secara zhahir:

 

Maka sesungguhnya di dalamnya terdapat narasi pelarangan penggantungan tamimah secara mutlak dari orang-orang besar dari kalangan tokoh-tokoh para tabi’in.

 

Faidah yang diambil dari kedua atsar:

 

  1. Keutamaan memutus tamimah-tamimah; dikarenakan hal itu adalah termasuk menyingkirkan kemungkaran, dan pembebasan manusia dari kesyirikan.
  2. Pengharaman penggantungan tamimah secara mutlak menurut sejumlah besar kalangan para Tabi’in.
  3. Perhatian besar para salaf untuk melindungi aqidah dari khurafat-khurat.

 

Sumber:  at-Ta’liiq al-Mukhtashar al-Mufiid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *