Jama’ah Berbicara Kepada Jama’ah Lain Saat Khutbah, Berbuat Sia-Sia

 

HADITS ABU HUROIROH radhiyallaahu ‘anhu

 

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ، أَخْبَرَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الجُمُعَةِ: أَنْصِتْ، وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ»

 

Dari Abu Huroiroh radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika engkau berkata kepada kawanmu pada hari jum’ah: “diamlah!”, dan imam sedang berkhutbah, maka engkau telah mengatakan perkataan sia-sia”.([1])

 

HADITS UBAYY BIN KA’AB radhiyallaahu ‘anhu

 

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «قَرَأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ تَبَارَكَ، وَهُوَ قَائِمٌ، فَذَكَّرَنَا بِأَيَّامِ اللهِ »، وَأَبُو الدَّرْدَاءِ أَوْ أَبُو ذَرٍّ يَغْمِزُنِي، فَقَالَ: “مَتَى أُنْزِلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ؟ إِنِّي لَمْ أَسْمَعْهَا إِلَّا الْآنَ”، فَأَشَارَ إِلَيْهِ، أَنِ اسْكُتْ، فَلَمَّا انْصَرَفُوا، قَالَ: “سَأَلْتُكَ مَتَى أُنْزِلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ فَلَمْ تُخْبِرْنِي؟” فَقَالَ أُبَيٌّ: “لَيْسَ لَكَ مِنْ صَلَاتِكَ الْيَوْمَ إِلَّا مَا لَغَوْتَ”، فَذَهَبَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَأَخْبَرَهُ بِالَّذِي قَالَ أُبَيٌّ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَدَقَ أُبَيٌّ»

 

Dari Ubay bin Ka’ab, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca Tabarok (di dalam khutbah) pada hari Jum’at, dan beliau berdiri. Beliau mengingatkan kami dengan hari-hari Alloh  (yaitu hari-hari yang Alloh menimpakan siksaan kepada orang-orang kafir).

 

Abu Ad-Darda’ atau Abu Dzarr mencolek-ku lalu berkata: “Kapan surat ini diturunkan? Aku tidak mendengarnya kecuali sekarang”.

 

Ubay bin Ka’ab memberi isyarat kepadanya agar diam.

 

Ketika mereka telah selesai, dia berkata: “Aku bertanya kepadamu, kapan surat ini diturunkan, lalu (mengapa) kamu tidak memberitahukan kepadaku?”

 

Ubay bin Ka’ab berkata: “Kamu tidak mendapatkan dari sholatmu pada hari ini kecuali apa yang telah kamu lakukan dengan sia-sia!”.

 

Maka dia pergi menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu menyebutkan hal itu kepada beliau, dan dia memberitahukan apa yang telah dikatakan Ubayy.

 

Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ubayy telah berkata benar!”.([2])

 

FAWAID HADITS:

 

Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari haditshadits ini, antara lain:

 

1- Di antara adab-adab sholat jum’at adalah diam dan mendengarkan khutbah imam.

 

2-        Boleh melakukan isyarat untuk menegur orang agar diam.

 

3- Di antara adab-adab sholat jum’at adalah tidak melakukan perbuatan yang sia-sia, baik dengan perkataan atau perbuatan.

 

4- Al-Hafizh Ibnu Hajar (wafat th 852 H) rahimahullah berkata: “Hadits ini dijadikan dalil larangan terhadap seluruh jenis perkataan di saat khutbah.

 

Ini adalah pendapat mayoritas ulama’ terhadap orang yang mendengar khutbah. Demikian juga hukum bagi orang yang tidak mendengar khutbah, menurut banyak ulama.

 

Jika ingin memerintahkan kebaikan, hendaklah dia lakukan dengan isyarat”.([3])

 

5- Imam An-Nawawi (wafat th 676 H) rahimahullah berkata: “Di dalam hadits ini terdapat isyarat agar hati dan anggota badan (hadirin) tertuju kepada khutbah. Dan yang dimaksudkan dengan “berbuat sia-sia” di sini adalah perbuatan batil, tercela, dan tertolak”.([4])

 

6- Syaikh Al-‘Utsaimin (wafat th 1421 H) rahimahullah berkata: “Orang yang berbuat sia-sia yaitu orang yang tidak mendapatkan pahala jum’at, maksudnya bukan sholat jum’atnya batal”.([5])

 

7- Berkhutbah dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan menjelaskannya.

 

8- Berkhutbah dengan mengingatkan hari-hari Alloh, yaitu hari-hari yang Alloh menimpakan siksaan kepada orang-orang kafir. Agar jama’ah mengambil pelajaran.

 

9- Keilmuan para sahabat Nabi tidak sama.

 

10-  Keutamaan sahabat Ubayy bin Ka’ab daripada sahabat lainnya.

 

Inilah sedikit penjelasan tentang haditshadits yang agung ini. Semoga Alloh selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju ridho dan sorga-Nya yang penuh kebaikan.

 

Ditulis oleh Muslim Atsari,

Sragen, Bakda Ashar, Senin, 27-Jumadil Akhir-1443 H / 31-Januari-2022 M

 

_____________________

Footnote:

([1]) HR. Bukhari, no. 934; Muslim, no. 851; Tirmidzi, no. 512; Nasai, no. 1401, 1402, 1577; Abu Dawud, no. 1112; Ibnu Majah, no. 1110; Ahmad, no. 7332, 7686, 7764, 9101, 9147, 10128, 10300, 10720, 10888; Ibnu Khuzaimah, no. 1805, 1806; Ibnu Hibban, no. 2793, 2795

([2]) HR. Ibnu Majah, no. 1111; Ahmad, no. 21287; Ibnu Khuzaimah, no. 1807, 1808. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan Ibnu Majah, dan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad

([3]) Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 2/415

([4]) Syarh Muslim karya An-Nawawi, 6/147

([5]) Fatawa Nur ‘Alad Darb, 8/2

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *