Maksiat LIsan: Mentertawakan Kentut

وَالضَّحْكُ لِخُرُوْجِ الرِّيْحِ

 

“Dan tertawa karena keluarnya angin (kentut).”

 

Diantara adab dalam islam yang diajarkan Rasulullah ﷺ adalah tidak menghina keadaan orang lain, yang dirinya sendiri juga melakukannya. Kentut adalah bagian dari rangkaian metabolisme tubuh manusia. Sehingga semua orang yang normal mengalaminya. Untuk itu, ketika kita mendengar ada orang yang kentut, kita dilarang menertawakannya. Karena kita sendiripun pernah mengalaminya.

 

Dari sahabat Abdullah bin Zam’ah radhiyallaahu ‘anhu, Suatu hari Rasulullah ﷺ menyampaikan khutbah. Beliau menceritakan tentang kisah onta Nabi Shaleh yang disembelih kaumnya yang membangkang. Beliau menafsirkan firman Allah di surat as-Syams. Kemudian beliau menasehati agar bersikap lembut dengan wanita, dan tidak boleh memukulnya.

 

Kemudian beliau menasehati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar ada yang kentut.

 

إِلَامَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ؟

 

“Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.”([1])

 

Menertawakan Kentut Kebiasaan Jahiliyah

 

Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarakfuri mengatakan,

 

وَكَانُوا فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا وَقَعَ ذَلِكَ مِنْ أَحَدٍ مِنْهُمْ فِيْ مَجْلِسٍ يَضْحَكُوْنَ فَنَهَاهُمْ عَنْ ذَلِكَ

 

“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majlis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau melarang hal itu.”([2])

 

Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

 

الإِنْسَانُ إِنَّمَا يَضْحَكُ وَيَتَعَجَّبُ مِنْ شَيْءٍ لاَ يَقَعُ مِنْهُ، أَمَّا مَا يَقَعُ مِنْهُ؛ فَإِنَّهُ لاَ يَنْبَغِيْ أَنْ يَضْحَكَ مِنْهُ، وَلِهَذَا عَاتَبَ النَّبِيُّ ﷺ مَنْ يَضْحَكُوْنَ مِنَ الضُّرَّطَةِ؛ لِأَنَّ هَذَا شَيْءٌ يَخْرُجُ مِنْهُمْ، وَهُوَ عَادَةٌ عِنْدَ كَثِيْرٍ مِنَ النَّاسِ.

 

‘Umumnya orang akan menertawakan dan terheran dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi ﷺ mencela orang yang menertawakan kentut. Karena kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat banyak masyarakat.’([3])

 

Kemudian Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah juga menyebutkan satu kaidah,

 

وَفِيْ هَذَا إِشَارَةٌ إِلىَ أَنَّ الْإِنْسَانَ لاَ يَنْبَغِيْ لَهُ أَنْ يُعِيْبَ غَيْرَهُ فِيْمَا يَفْعَلُهُ هُوَ بِنَفْسِهِ

 

Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa mengalaminya.([4])

 

(Diambil dari buku Kumpulan Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)

__________________________________

Footnote:

([1]) HR. Bukhari (4942) dan Muslim (2855)

([2]) Tuhfatul Ahwadzi, 9/189

([3]) Syarh Riyadhus Shaalihin, 3/120

([4]) Syarh Riyadhus Shaalihin, 3/120

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *