HADITS ABDULLOH BIN ‘AMR BIN AL-‘ASH radhiyallaahu ‘anhuma
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الِاحْتِبَاءِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، يَعْنِي وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya (Abdullah bin ‘Amru radhiyallaahu ‘anhu), dia berkata: “Rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk memeluk lutut pada hari Jum’at, yaitu ketika imam sedang berkhutbah”.([1])
HADITS MU’ADZ BIN ANAS AL-JUHANIY radhiyallaahu ‘anhu
عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ.
Dari Sahl bin Mu’adz bin Anas, dari bapaknya, bahwa: “Rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk memeluk lutut pada hari Jum’at, ketika imam sedang berkhutbah”.([2])
HADITS IBNU UMAR radhiyallaahu ‘anhuma
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ»
Dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata: “Rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian ngantuk pada hari Jumat, maka berpindahlah dari tempat duduknya.”([3])
FAWAID HADITS:
Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits–hadits ini, antara lain:
1- Mendengarkan khutbah jum’at adalah amalan yang besar.
Sehingga para Malaikat menutup buku catatan tentang keutamaan bersegera mendatangi khutbah jum’at, lalu mereka mendengarkan khutbah.
2- Larangan duduk memeluk lutut pada hari Jum’at, ketika imam sedang berkhutbah.
3- Hikmah larangan duduk memeluk lutut adalah, bahwa cara duduk tersebut menyebabkan kantuk, sehingga terhalang dari mendengarkan khutbah jum’at.
4- Perintah berpindah dari tempat duduk, jika ngantuk ketika mendengarkan khutbah jum’at.
5- Hikmah perintah untuk pindah tempat adalah untuk menghilangkan rasa ngantuk.
6- Sepantasnya jama’ah tidak ngantuk, apalagi tidur ketika mendengarkan khutbah jum’at.
7- Jama’ah yang tidur pulas, sehingga kehilangan kesadaran, ketika khutbah jum’at, maka batal wudhu’nya.
Adapun sekedar ngantuk, dan tidur yang tidak pulas, masih ada kesaadaran, maka tidak membatalkan wudhu’.
Inilah sedikit penjelasan tentang hadits–hadits yang agung ini. Semoga Alloh ﷻ selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju ridho dan sorga-Nya yang penuh kebaikan.
Ditulis oleh Muslim Atsari,
Sragen, Bakda Ashar, Senin, 27-Jumadil Akhir-1443 H / 31-Januari-2022 M
_____________________
Footnote:
([1]) HR. Ibnu Majah, no. 1134. Sanad hadits ini lemah, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth di dalam Takhrij Sunan Ibnu Majah. Namun hadits ini memiliki jalur-jalur lain, sehingga meningkat menjadi hadits hasan. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan Ibnu Majah
([2]) HR. Tirmidzi, no. 514; Abu Dawud, no. 1110; Ahmad, no. 15630; Ibnu Khuzaimah, no. 1815. Dihasankan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan Tirmidzi, dll
([3]) HR. Abu Dawud, no. 1119; Tirmidzi, no. 526; Ahmad, no. 4741, 4875, 6187; Ibnu Khuzaimah, no. 1819; Ibnu Hibban, no. 2792. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata di dalam Takhrij Musnad Ahmad: “Lemah secara marfu’, namun shohih secara mauquf”. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani