وَفِيهِ عَن ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فِي الرَّكْعَةِ الأَخِيرَةِ مِنَ الفَجْرِ: «اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلانًا وَفُلانًا» بَعْدَمَا يَقُولُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ, فَأَنْزَلَ اللهُ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ}
Dan di dalamnya (Shahih al-Bukhari) dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma bahwasannya dia pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda jika beliau mengangkat kepala beliau dari ruku’ pada rakaat yang terkahir shalat subuh, “Ya Allah laknatlah Fulan dan Fulan.” Setelah beliau membaca sami’allaahu liman hamidahu rabbanaa wa lakal hamdu, maka Allah pun menunurkan ayat: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu…”(QS. Ali Ímran: 128)
وَفِي رِوَايَةٍ: يَدْعُو عَلَى صَفْوَانَ بْنِ أُمَيَّةَ, وَسُهَيْلِ بْنِ عَمْروٍ, وَالحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ، فَنَزَلَتْ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ}
Dan di dalam sebuah riwayat: beliau berdo’a keburukan bagi Shafwan bin Umayyah, suhail bin ‘Amr, dan al-Harist bin Hisyam, lalu turunlah ayat: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu…”(QS. Ali Ímran: 128)
Ibnu ‘Umar:
Dia adalah ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khaththaab radhiyallaahu ‘anhuma seorang sahabat yang agung, termasuk di antara para ahli ibadah dan ulamanya para sahabat; meninggal pada tahun 73 H.
Kosakata:
[وَفِيهِ] yaitu di dalam as-Shahiih; dan yang dimaksud dengannya adalah Shahiih al-Bukhari.
[أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ الله] bahwasannya dia pernah mendengar Rasulullah, yaitu setelah terluka dan gigi taring beliau patah pada hari perang Uhud
[اللَّهُمَّ الْعَنْ] ya Allah laknatlah, yaitu lemparkan dan jauhkanlah dari rahmat-Mu.
[فُلانًا وَفُلانًا] si fulan dan si fulan; mereka adalah Shafwan bin Umayyah, Suhail bin ‘Amr dan al-Harits bin Hisyam.
[سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ] : Allah akan kabulkan dan menerima orang yang memuji-Nya dikarenakan ia telah di jadikan muta’addiy dengan huruf laam.
[الحَمْدُ] pujian lawaban dari adz-dzammu (celaan), dan menjadi berada diatas segala kebaikan-kebaikan Yang Dipuji diserti dengan kecintaan kepada-Nya.
[يَدْعُو عَلَى صَفْوَانَ… الخ] beliau mendo’akan keburukan bagi Shafwan … hingga akhir, dikarenakan mereka adalah tokoh-tokoh orang-orang musyrik pada hari perang Uhud, dan sungguh Allah telah menerimat taubat mereka, lalu mereka masuk Islam, dan bagus keIslaman mereka.
Makna global:
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma memberitakan bahwa dia pernah mendenar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keburukan bagi orang-orang tertentu dari kalangan orang-orang kafir di dalam shalat; mereka telah menyakiti beliau pada hari perang Uhud, maka Allah subhaanahu wata’aalaa pun memperingatkan beliau dengan firman-Nya “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu…” (QS. Ali Ímran: 128), lalu Allah menerima taubat mereka, kemudian mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Korelasi hubungan hadits bagi bab:
Bahwa di dalamnya terdapat penjelasan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki kuasa untuk menolak gangguan orang-orang musyrik terhada diri beliau sendiri, tidak juga terhadap para sahabat beliau. Bahkan beliau bersandar kembali kepada Rabb-nya Yang Maka Kuasa lagi Maha Memiliki Segalanya; menjadikannya termasuk bagian dari perkara yang menunjukkan akan kebatilan perkara yang diyakini oleh para penyembah kuburan terhadap diri para wali dan orang-orang shalih.
Faidah yang bisa diambil dari hadits:
- Batilnya ketergantungan kepada para wali dan orang-orang shalh; untuk memohon ditunaikannya kebutuhan-kebutuhan, dan diberikannya jalan keluar dari kesulitan-kesulitan.
- Bolehnya mendo’akan keburukan kepada orang-orang musyrik di dalam shalat.
- Dalil bahwa penyebutan nama orang tertentu yang di doakan kebaikan ataupun keburukan baginya tidak merusak shalat.
- Pernyataan bahwa Imam menggabungkan antara bertasmi’ (mengucapkan sami’allaahu liman hadimadahu) dan bertahmid (mengucapkan rabbanaa wa lakal hamdu)
Sumber: at-Ta’liiq al-Mukhtashar al-Mufiid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan






