Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«اللَّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِينَ» قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ «اللَّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِينَ» قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ «وَالْمُقَصِّرِينَ » وَقَالَ اللَّيْثُ حَدَّثَنِى نَافِعٌ «رَحِمَ اللهُ الْمُحَلِّقِينَ» مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ . قَالَ نَافِعٌ : وَقَالَ فِى الرَّابِعَةِ «وَالْمُقَصِّرِينَ»
“Ya Allah rahmatilah orang-orang yang menggundul rambut mereka.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memangkas rata rambut mereka ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ya Allah rahmatilah orang-orang yang menggundul rambut mereka.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memangkas rata rambut mereka ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Dan orang-orang yang memangkas rata rambut mereka.”
Al-Laits berkata, ‘Nafi’ telah bercerita kepadaku, “Semoga Allah merahmati orang-orang yang menggundul rambut-rambut mereka.” Sekali atau dua kali. Nafi’ berkata, “Dan beliau bersabda pada yang keempat, “Dan orang-orang yang memangkas rata rambut-rambut mereka.” ([1])
Dan zhahirnya pendapat para ulama yang menyakan bahwa halq (menggundul rambut kepala) adalah nusuk (ibadah) bagian dari manasik (haji / umrah), dan bukan pembebasan dari yang dilarang (saat ihram), dan ia adalah pendapat jumhur. Sementara al-Bukhari telah membuat bab baginya dengan ucapannya Babu al-Halqi wa at-Taqshiir ‘inda al-Ihlaali (Bab Menggundul Rambut Kepala, dan Memangkas Rata Rambut Kepala Saat Tahallul).
Ibnul Muniir berkata di dalam al-Haasyiyah: “Dengan tarjamah ini, al-Bukhari memberikan pemahaman bahwa halq adalah nusuk, karena sabda beliau [عِنْدَ الْإِحْلَالِ] saat tahallul, dan halq adalah apa yang dilakukan saat bertahallul, dan ia bukanlah tahallul itu sendiri, dan seakan-akan beliau berdalil atas yang demikian dengan do’a beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bagi pelakunya. Sementara do’a menginformasikan pahala, dan pahala tidak akan ada kecuali diatas peribadatan dan bukan di atas hal-hal yang dimubahkan. Dan demikian juga pengutamaan beliau terhadap halq daripada taqshir menginformasikan yang demikian; dikarenakan perkara-perkara mubah tidaklah bertingkat-tingkat. Dan pendapat bahwa halq adalah nusuk adalah pendapat jumhur.” ([2])
Ibnul Qayyim berkata, “Maka tatkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menyempurnakan penyembelihan hewan qurban beliau, beliau memanggil tukang cukur, lalu mencukur gundul rambut kepala beliau…. kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ………. dan beliau berdo’a ampunan tiga kali bagi orang-orang yang menggundul rambut mereka dan mendo’akan ampunan sekali bagi mereka yang memangkas rata rambut mereka. Dan banyak dari kalangan para sahabat yang menggundul rambut mereka, bahkan mayoritas mereka; sementara sebagian mereka memangkas rambut kepala mereka. Dan hal itu bersesuaian dengan firman-Nya subhaanahu wata’aalaa:
﴿لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاءَ اللهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ …﴾
“… bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya,…” (QS. Al-Fath: 27)
Dan bersamaan dengan perkataan ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha,
طَيَّبْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِحْرَامِهِ قَبْلَ أَنْ يُحْرِمَ وَلِإحْلَالِهِ قَبْلَ أَنْ يُحِلَّ
“Aku meminyaki wewangian pada diri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk ihram beliau, sebelum beliau berihram, dan untuk tahallul beliau sebelum beliau bertahallul.” Adalah dalil bahwa halq adalah nusuk dan bukan pembebasan diri dari larangan-larangan ihram.” ([3])
Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
“Sabda beliau [الْمُحَلِّقِينَ] dijadikan dalil akan disyari’atkannya mencukur gundul keseluruhan rambut kepala dikarenakan ialah yang dikandung oleh format kalimat tersebut. Imam Malik dan Ahmad berpendapat wajibnya mencukur habis keseluruhan rambut kepala; sementara para ulama Kufah dan as-Syafi’iy mensunnahkannya, dan menurut mereka memotong sebagian dari rambut kepala mencukupi lalu mereka berselisih pendapat tentang (seberapa bagian yang mencukupi untuk dipotong). Hanafiyah berpendapat seperempat bagian rambut kepala, kecuali Abu Yusuf, maka dia berpendapat separuh bagian dari rambut kepala.
As-Syafi’iy berkata, “Minimal yang wajib adalah mencukur tiga helai rambut.” Dan pada satu sisi milik sebagai sahabat-sahabatnya adalah satu helai rambut saja.
Dan taqshiir itu seperti halq; maka yang paling utama adalah memotong pendek keseluruhan rambut kepala. Dan disunnahkan untuk tidak dikurangi kurang dari ukuran satu ruas jari. Jika dia memotong pendek kurang dari satu ruas jari, maka itu sah. Ini untuk Syafi’iyyah, sementara menurut selain Syafi’iyyah taqshir itu di atur atas dasar ukuran halq (diratakan). Semua ini ada pada haknya kaum laki-laki, adapun kaum wanita, maka yang disyari’atkan bagi hak mereka adalah taqshiir berdasarkan ijma’.
Dan tentangnya ada sebuah hadits milik Ibnu ‘Abbas pada riwayat Abu Dawud, dan lafazhnya adalah:
«لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ حَلْقٌ ، وَإِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيْرُ»
“Tidak ada syari’at halq (menggundul rambut) bagi kaum wanita, dan yang disyari’atkan bagi kaum wanita adalah taqshiir.” ([4])
Dan pada riwayat at-Tirmidzi dari hadits ‘Aliy:
نَهَى أَنْ تَحْلِقَ الْمَرْأَةُ رَأْسَهَا
“(Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam) melarang wanita menggundul rambutnya.”
Jumhur Syafi’iyyah berkata, ‘Seandainya wanita menggundul rambutnya, maka itu sah dan dimakruhkan.
Dua Qadhiy; Abu at-Thiib dan Husain berkata, “Tidak boleh.” Wallaahu a’lam.
Di dalam hadits juga terdapat disyari’atkannya berdo’a bagi orang yang melaksanakan apa yang telah disyari’atkan baginya. Serta mengulang-ulang do’a bagi orang yang melakukan yang rajih dari dua perkara yang menjadi pilihan pada keduanya. Dan memberikan perhatian kepada perkara yang lebih diutamakan, serta permohonan do’a bagi orang yang melakukan perkara yang diperbolehkan, sekalipun marjuh.” ([5])
Penulis kitab ‘Aunul Ma’buud berkata:
[قَالَ اللَّهُمَّ اِرْحَمْ الْمُحَلِّقِينَ] Beliau bersabda, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang melakukan halq” dan di dalamnya terdapat dalil bolehnya mendo’akan rahmat bagi orang yang masih hidup, dan tidak mengkhususkannya bagi orang yang telah wafat.
[وَالْمُقَصِّرِينَ] “Dan yang melakukan taqshiir” dan ia adalah ‘athaf terhadap kata yang mahdzuuf (dihilangkan), dan taqdirnya adalah [قُلْ وَالْمُقَصِّرِينَ] “Ucapkan ‘Dan mereka yang melakukan taqshiir’, dan disebut dengan ‘athaf talqiin. Dan hadits tersebut menunjukkan bahwa halq lebih afdhal daripada taqshiir karena pengulangan do’a Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bagi orang-orang yang melakukan halq, dan meninggalkan do’a rahmat bagi orang-orang yang melakukan taqshiir pada do’a yang pertama, dan kedua bersamaan dengan permintaan mereka kepada beliau bagi hal itu.
Dan bentuk orang-orang yang melakukan halq secara nyata adalah disyari’atkan untuk menggundul keseluruhan rambut kepala, karena hal itulah yang dikandung oleh bentuk tersebut. Dimana tidak dikatakan halq bagi orang yang mencukur sebagian kepalanya kecuali hanya sekedar kiasan. ([6])
Al-Qurthubiy([7]) rahimahullah berkata: “Yang keempat; para imam telah meriwayatkan dan lafazh tersebut adalah milik Imam Malik dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اللَّهُمَّ ارْحَمْ الْمُحَلِّقِينَ» قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ «اللَّهُمَّ ارْحَمْ الْمُحَلِّقِينَ» قَالُوا: وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «وَالْمُقَصِّرِينَ»
“Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang melakukan halq.” Mereka berkata, “Dan mereka yang melakukan taqshiir ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ya Allah rahmatilah orang-orang yang melakukan halq.” Mereka berkata, “Dan mereka yang melakukan taqshiir ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Dan mereka yang melakukan taqshiir.”
Al-Laits berkata, “Nafi’ bercerita kepadaku “Semoga Allah merahmati mereka yang melakukan halq” sekali atau dua kali.” Laits berkata, “Ubaidillah berkata, Nafi’ bercerita kepadaku “Dan berkata pada yang keempat “Dan (semoga Allah merahmati) mereka yang melakukan taqshiir.”
Para ulama kita berkata, “Maka di dalam do’a Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bagi mereka yang menggundul rambut-rambut mereka dengan tiga kali do’a rahmat, dan sekali do’a rahmat bagi mereka yang memangkas rata rambut mereka terdapat dalil bahwa menggundul rambut dalam ibadah haji dan ‘umrah adalah lebih afdhal daripada memangkas rata. Dan ia adalah kandungan dari firman Allah subhaanahu wata’aalaa: [وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوْسَكُمْ] “dan janganlah kalian menggundul rambut-rambut kepala kalian” dan tidak berfirman ‘memangkas rata rambut-rambut kalian’.
Dan para ulama telah berijma’ bahwa melakukan taqshir dibolehkan bagi kaum laki-laki kecuali sesuatu yang telah disebutkn dari al-Hasan bahwa dia mewajibkan halq pada haji pertama yang dilakukan oleh seseorang.
Faidah:
Halq (menggundul rambut kepala) adalah penghambaan, kerendahan hati, dan kehinaan di hadapan al-Jabbar azza wa jalla.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Maka di dalamnya terdapat faidah bahwa halq lebih utama daripada taqshiir; dan sisi pandangnya adalah bahwa halq lebih dalam dalam hal penghambaan, dan lebih jelas bagi ketundukan dan kehinaan, serta lebih bisa menunjukkan kejujuran niat. Sementara yang melakukan taqshiir dia masih menyisakan untuk dirinya sesuatu dari apa yang dia berhias dengannya. Berbeda dengan orang yang melakukan halq, maka dia merasa bahwa dia telah meninggalkan yang demikian karena Allah subhaanahu wata’aalaa. Dan di dalamnya terdapat isyarat kepada sikap tajarrud (keberlepasan diri untuk kemudian bersungguh-sungguh dalam ibadah-pent), dan lebih dari itu, orang-orang shalih menganjurkan untuk membuang (menggundul) rambut saat bertaubat([8]), wallaahu a’lam([9]).
Al-Munawiy rahimahullah berkata, “Dan sudut pandang keutamaan halq daripada taqshir adalah bahwa halq lebih dalam peribadatan, dan lebih menunjukkan kejujuran niat di dalam merendahkan diri untuk Allah subhaanahu wata’aalaa. Dan bahwa orang yang muqashshir (tidak menggundul rambutnya), dia biarkan untuk dirinya rambut yang ia adalah sebuah perhiasan, sementara orang-orang yang melakukan ibadah haji diperintahkan untuk meninggalkan segala perhiasan, bahkan rambutnya (dibiarkan) kusut lagi berdebu. Wallaahu a’lam. ([10])
(30 Sababan Li Tunaala Rahmatullaahi Ta’aalaa, Abu Abdirrahman Sulthan ‘Aliy, alih bahasa Muhammad Syahri)
________________________________________
Footnote:
([1]) Muttafaqun ‘alaih, dan di dalam suatu lafazh pada keduanya dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ» قَالُوا: وَلِلْمُقَصِّرِينَ؟ قَالَ «اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ» قَالُوا: وَلِلْمُقَصِّرِينَ؟ (قَالَهَا ثَلَاثًا) قَالَ «وَلِلْمُقَصِّرِينَ»
“Ya Allah ampunilah orang-orang yang menggundul rambut mereka.” Mereka berkata, “Dan bagi orang-orang yang memangkas rata rambut-rambut mereka?” Beliau bersabda, “Ya Allah ampunilah orang-orang yang menggundul rambut mereka.” Mereka berkata, “Dan bagi orang-orang yang memangkas rata rambut mereka? (beliau mengatakannya tiga kali) beliau bersabda, “Dan (ampunilah) orang-orang yang memangkas rata rambut-rambut mereka.”
Dan telah berlalu bahwa termasuk di antara makna-makna rahmat adalah maghfirah (ampunan) (lihat makna-makna rahmat di dalam al-Quran dan sunnah di dalam kitab ini)
Dan sungguh para ulama telah berselisih pendapat tentang tempat dan waktu yang hadits ini dikatakan padanya; maka sebagian mereka berkata (bahwa hadits ini dikatakan) pada perjanjian Hudaibiyah; adapun (pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini dikatakan) pada haji wada’, maka Imam Nawawiy rahimahullah berkata selepas hadits–hadits Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah dan Ummu al-Hushain, “Hadits–hadits ini menunjukkan bahwa kejadian ini ada pada haji wada’.” Dan dia berkata, “Dan dialah yang shahih lagi yang masyhur (terkenal).” Dan dikatakan, “Adalah hadits itu dikatakan pada Hudaibiyah, dan Imam al-Haramian di dalam an-Nihayah memastikan bahwa hal itu terjadi pada peristiwa Hudaibiyah di depan al-Haramain.
Kemudian an-Nawawiy berkata, “Tidak jauh jika keberadaan hal itu terjadi pada dua tempat.” Selesai.
‘Iyadh berkata, “Hadits itu ada pada dua tempat.”
Oleh karena itulah Ibnu Daqiiq al-‘Iid berkata, “Bahwa hal itu lebih dekat (kepada kebenaran).”
Kukatakan, “Bahkan pendapat itulah yang telah ditentukan kepastiannya karena nyatanya riwayat-riwayat yang demikian pada dua tempat sebagaimana telah kami tampilkan. Hanya saja penyebab pada kedua tempat itu diperselisihkan. Maka yang terjadi pada Hudaibiyah, maka sebabnya adalah berhenti (diam)nya orang yang berhenti (diam) dari kalangan para sahabat dari bertahallul dikarenakan kesedihan yang menyusupi mereka, karena keberadaan mereka yang terhalang dari sampai ke Ka’bah bersamaan dengan kemampuan mereka terhadap diri-diri mereka akan yang demikian. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun menyelisihi mereka, dan membuat perjanjian damai dengan orang-orang Quraisy untuk akan kembali tahun yang akan datang.
Dan kisah tersebut sangat terkenal sebagaimana nanti akan datang pada tempatnya.
Tatkala Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintah mereka untuk bertahallul, mereka diam (tidak melaksanakannya). Lalu Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha memberikan isyarat agar beliau bertahallul sebelum mereka, lalu beliau melakukannya. Lalu merekapun mengikuti beliau, kemudian sebagian di antara mereka menggundul rambutnya dan sebagian di antara mereka memangkas rata rambut mereka. Dan kala itu orang yang bersegera menggundul rambut kepalanya lebih cepat melaksanakan perintah daripada orang yang mencukupkan diri pada memangkas rata rambut mereka.
Dan telah ada pernyataan tegas akan sebab ini pada hadits Ibnu ‘Abbas yang telah diisyaratkan sebelumnya; sesungguhnya di akhir hadits tersebut pada riwayat Ibnu Majah dan selainnya bahwasannya mereka berkata:
يَا رَسُول اللهِ مَا بَالُ الْمُحَلِّقِينَ ظَاهَرْتَ لَهُمْ بِالرَّحْمَةِ ؟ قَالَ : «لِأَنَّهُمْ لَمْ يَشُكُّوا»
“Wahai Rasulullah, ada apakah dengan orang-orang yang menggundul rambut kepala mereka, dimana Anda telah mendukung mereka dengan rahmat?” Maka beliau bersabda, “Dikarenakan mereka tidak ragu-ragu.” (al-Albaniy berkata, “Sanadnya Hasan”)
Adapun sebab pengulangan do’a bagi orang-orang yang menggundul rambut kepala mereka pada haji wada’, maka Ibnu al-Atsiir berkata dalam an-Nihayah: “Kala itu, mayoritas orang yang berhaji bersama Rasulullah H tidak menggiring hadyu (hewan sembelihan untuk haji), maka tatkala beliau memerintah mereka untuk menggeser haji menjadi ‘Umrah kemudian agar mereka bertahallul darinya dan menggundul rambut-rambut mereka, hal itu menjadi berat bagi mereka.
Kemudian, tatkala mereka harus taat, maka memangkas rata rambut mereka lebih ringan bagi jiwa-jiwa mereka dari pada menggundul rambut, maka mayoritas mereka melakukanya. Sementara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih menguatkan perbuatan orang yang menggundul rambut kepala mereka, karena keberadaannya yang lebih jelas dalam melaksanakan perintah.” Selesai.
Dan pada yang dia ungkapkan ada yang perlu dikritisi sekalipun tidak hanya seorang yang mengikutinya; dikarenakan melakukan haji tamattu’ adalah disunnahkan padanya untuk memangkas rata pada úmrah, dan menggundul rambut kepala pada ibadah haji jika jarak di antara dua manasik itu berdekatan. Dan yang demikian itu ada pada hak mereka juga.
Dan yang lebih utama adalah apa yang telah dikatakan oleh al-Khaththaabiy dan selainnya, “Sesungguhnya kebiasaan Bangsa Arab, bahwa kala itu mereka menyukai memanjangkan rambut dan berhias dengannya. Dan menggundul rambut di tengah mereka adalah sedikit, dan barangkali dulu mereka menganggapnya sebagai bagian dari syuhrah dan perhiasaan orang-orang ájam (non árab), karenanya mereka tidak menyukai menggundul rambut, dan mereka mencukupkan diri pada memangkas rata rambut.” (Ibnu Hajar, Fathu al-Baariy (V/116))
([3]) Zaadu al-Ma’aad (II/247) dengan pengubahan.
([4]) Dishahihkan oleh al-Albaniy dalam Shahiih Abu Dawud.
([5]) Fathu al-Baariy (5/114-117) dengan penyesuaian.
([6]) ‘Aunul Ma’buud (4/362) dengan penyesuaian.
([7]) Tafsir al-Qurthubiy (2/342)
([8]) Pencatatnya -semoga Allah memaafkan dia dan kedua orang tuanya- berkata, “Sebagai qiyas terhadap hadits ‘Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa dia pernah datang kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Sungguh saya telah masuk Islam.” Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
«أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ»
“Buanglah darimu rambut kekufuran.”
Beliau bersabda, “Cukurlah.”
Dia berkata, “Dan orang lain mengabarkan kepadaku bahwa Nabi H berkata kepada orang lain yang bersamanya,
«أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ»
“Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” (Dan dia menghasankannya, Shahiih Abu Dawud (1/72).
Al-Munawiy telah menukil pendapat kebid’ahannya. Dan darinyalah orang-orang shufiy mengambil tindakan mencukur gundul rambut kepala murid jika dia bertaubat; dan ia adalah bid’ah.
([10]) Syarah an-Nawawi ‘Alaa Muslim(9/51)