Imam Abu Hanifah rahimahullah
يَكْرَهُ الْغِنَاءَ، وَيَجْعَلُ سِمَاعَ الْغِنَاءِ مِنَ الذُّنُوْبِ
“Beliau membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa.([1])
Imam Malik bin Anas rahimahullah Beliau berkata,
إِذَا اشْتَرَى الرَّجُلُ جَارِيَةً، فَوَجَدَهَا مُغَنِّيَةً كَانَ لَهُ رَدُّهَا بِالْعَيْبِ
“Barangsiapa membeli budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan budak tadi karena terdapat ‘aib.”([2])
Imam Asy Syafi’i rahimahullah Beliau berkata,
الْغِنَاءُ لَهْوٌ مَكْرُوْهٌ يُشْبِهُ الْبَاطِلِ وَمَنْ اسْتَكْثَرَ مِنْهُ فَهُوَ سَفِيْهٌ شَهَادَتُهُ
“Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”([3])
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah Beliau berkata,
الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِيْ الْقَلْبِ لاَ يُعْجِبُنِيْ
“Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.”([4])
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.”([5])
Kami hanya ingin mengingatkan bahwa pengganti nyanyian dan musik adalah Al Qur’an. Dengan membaca, merenungi, dan mendengarkan lantunan Al-Qur’anlah hati kita akan hidup dan tertata karena inilah yang disyari’atkan.
Ingatlah bahwa Al-Qur’an dan musik sama sekali tidak bisa bersatu dalam satu hati. Kita bisa memperhatikan perkataan murid Syaikhul Islam, yaitu Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau mengatakan, “Sungguh nyanyian dapat memalingkan hati seseorang dari memahami, merenungkan dan mengamalkan isi Al-Qur’an. Ingatlah, Al-Qur’an dan nyanyian selamanya tidaklah mungkin bersatu dalam satu hati karena keduanya itu saling bertolak belakang. Al Quran melarang kita untuk mengikuti hawa nafsu, Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjaga kehormatan diri dan menjauhi berbagai bentuk syahwat yang menggoda jiwa. Al-Qur’an memerintahkan untuk menjauhi sebab-sebab seseorang melenceng dari kebenaran dan melarang mengikuti langkah-langkah setan. Sedangkan nyanyian memerintahkan pada hal-hal yang kontra (berlawanan) dengan hal-hal tadi.”([6])
Dari sini, pantaskah Al-Qur’an ditinggalkan hanya karena terbuai dengan nyanyian? Ingatlah, jika seseorang meninggalkan musik dan nyanyian, pasti Allah akan memberi ganti dengan yang lebih baik.
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya engkau, tidaklah meninggalkan sesuatu karena Allah ﷻ niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik.”([7])
Tatkala Allah memerintahkan pada sesuatu dan melarang dari sesuatu pasti ada maslahat dan manfaat di balik itu semua. Sibukkanlah diri dengan mengkaji ilmu dan mentadaburri Al Quran, niscaya perlahan-lahan perkara yang tidak manfaat semacam nyanyian akan ditinggalkan.([8])
Berikut ini adalah bukti adanya ijma ulama tentang haramnya nyanyian plus alat musik sehingga tidaklah teranggap adanya orang-orang yang menyelisihi para ulama semenjak masa para shahabat.
Di antara ulama yang menegaskan adanya ijma ulama tentang haramnya nyanyian adalah sebagai berikut:
- Abu Bakar al Ajurri rahimahullah yang (w. 360 H), beliau mengatakan adanya ijma ulama akan haramnya mendengarkan alat musik.
- Abu Thayyib al Thabari asy-Syafii rahimahullah yang wafat pada tahun 450 H. Beliau menukil adanya ijma mengenai haramnya alat musik. Beliau juga mengatakan
إِنَّ اسْتِبَاحَتَهَا فِسْقٌ
“Sesungguhnya membuatnya mubah (yakni dengan memainkannya) adalah kefasikan.”
- Al-Hafizh Abu Amr Ibnu Shalah rahimahullah (W. 643 H) Dalam buku kumpulan fatwanya, beliau mengatakan,
وَأَمَّا إِبَاحَةُ هَذَا السِّمَاعِ وَتَحْلِيْلُهُ فَلْيَعْلَمْ أَنَّ الدُّفَّ وَالشَّبَّابَةَ وَالْغِنَاءَ إِذَا اجْتَمَعَتْ فَاسْتِمَاعُ ذَلِكَ حَرَامٌ عِنْدَ أَئِمَّةِ الْمَذَاهِبِ وَغَيْرِهِمْ مِنْ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ. وَلَمْ يَثْبُتْ عَنْ أَحَدٍ مِمَّنْ يُعْتَدُّ بِقَوْلِهِ فِيْ الْإِجْمَاعِ وَالْاِخْتِلاَفِ أَنَّهُ أَبَاحَ هَذَا السِّمَاعَ
“Mengenai adanya anggapan bahwa nyanyian untuk mubah dan halal maka ketahuilah bahwa rebana, syibabah (sejenis seruling) dan nyanyian jika bercampur menjadi satu maka hukum mendengarkannya adalah haram menurut para imam mazhab dan seluruh ulama umat Islam selain mereka. Tidaklah benar ada ulama yang memiliki pendapat yang diakui dalam ijma’ dan khilaf yang membolehkan mendengar (yanyian) ini.”
- Abul Abbas al Qurthubi rahimahullah yang bermazhab Maliki (W. 656 H) Beliau mengatakan,
وَأَمَّا مَا أَبْدَعَهُ الصُّوْفِيَّةُ الْيَوْمَ مِنَ الْإِدْمَانِ عَلىَ سِمَاعِ الْمَغَانِيْ بِالْآلَاتِ الْمُطَرَّبَةِ فَمِنْ قُبَيْلِ مَا لاَ يُخْتَلَفُ فِيْ تَحْرِيْمِهِ
“Adapun bid’ah yang dibuat-buat oleh orang-orang sufi saat ini yaitu hobi mendengarkan nyanyian yang dipadu dengan alat musik adalah termasuk perbuatan yang tidak diperselisihkan oleh para ulama sebagai perbuatan yang hukumnya haram”.
- Tajuddin as-Subki rahimahullah salah seorang ulama bermazhab Syafii yang meninggal pada tahun 756 H mengatakan,
وَمَنْ قَالَ مِنَ الْعُلَمَاءِ بِإِبَاحَةِ السِّمَاعِ فَذَاكَ حَيْثُ لاَ يَجْتَمِعُ فِيْهِ دُفٌّ وَشِبَابَةٌ وَلاَ رِجَالٌ وَنِسَاءٌ وَلاَ مَنْ يُحْرَمُ النَّظَرُ إِلَيْهِ
“Ulama yang membolehkan nyanyian maksudnya adalah nyanyian yang tidak diiringi dengan rebana, seruling, dan tidak (campur baur laki-laki dan perempuan) serta orang-orang yang diharamkan untuk dilihat.”
- ‘Ibnu Rajab rahimahullah, salah seorang ulama bermazhab Hanbali yang wafat pada tahun 795 H. Beliau mengatakan,
وَأَمَّا اسْتِمَاعُ آلاَتِ الْمَلاَهِيْ الْمُطَرَّبَةِ الْمُتَلَقَّاةِ مِنْ وَضْعِ الْأَعَاجِمِ فَمُحَرَّمٌ مُجْمَعٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهِ وَلاَ يُعْلَمُ عَنْ أَحَدٍ مِنْهُمْ الرُّخْصَةُ فِيْ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ، وَمَنْ نَقَلَ الرُّخْصَةَ فِيْهِ عَنْ إِمَامٍ يُعْتَدُّ بِهِ فَقَدْ كَذَبَ وَافْتَرَى
“Adapun mendengarkan alat-alat music yang dipukul, yang diterima dari produksi orang-orang ajam (non muslim), maka diharamkan secara ijma’ pengharamannya. Dan tidak diketahui adanya keringanan dari seorangpun diantara mereka dalam hal yang demikian. Dan barangsiapa menukil keringanan di dalamnya dari seorang imam yang diperhitungkan, maka dia telah berdusta dan mengada-ada.”
Beliau juga mengatakan tentang mendengarkan musik,
سِمَاعُ آلاَتِ اللَّهْوِ لاَ يُعْرَفُ عَنْ أَحَدٍ مِمَّنْ سَلَفَ الرُّخْصَةُ فِيْهَا إِنَّمَا يُعْرَفُ ذَلِكَ عَنْ بَعْضِ الْمُتَأَخِّرِيْنَ مِنَ الظَّاهِرِيَّةِ وَالصُّوْفِيَّةِ مِمَّنْ لاَ يُعْتَدُّ بِهِ
“Mendengarkan alat-alat musik, tidak pernah dikenal adanya keringanan dari seorangpun diantara para salaf, yang demikian itu dikenal dari sebagian ulama belakangan dari kalangan zhahiriyah dan shufiyah, dari kalangan orang-orang yang tidak diperhitungkan.”
- Ibnu Hajar al Haitami rahimahullah yang wafat pada tahun 974 H mengatakan,
الْأَوْتَارُ وَالْمَعَازِفُ كَالطُّنْبُوْرِ وَالْعُوْدِ وَالصَّنْجِ أَيْ ذِيْ الْأَوْتَارِ وَالرَّبَابِ وَالْجُنْكِ وَالْكَمَنْجَةِ وَالسِّنْطِيْرِ وَالدريبج وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْآلاَتِ الْمَشْهُوْرَةِ عِنْدَ أَهْلِ اللَّهْوِ وَالسَّفَاهَةِ وَالْفُسُوْقِ وَهَذِهِ كُلُّهَا مُحَرَّمَةٌ بِلاَ خِلاَفٍ وَمَنْ حَكَى فِيْهَا خِلاَفاً فَقَدْ غَلَطَ أَوْ غَلَبَ عَلَيْهِ هَوَاهُ حَتَّى أَصَمَّهُ وَأَعْمَاهُ وَمَنَعَهُ هُدَاهُ وَزَلَّ بِهِ عَنْ سُنَنِ تَقْوَاهُ
“Alat musik dengan petik dan alat musik yang lain semisal thumbuur, kecapi dan simbal, demikian pula alat musik yang memiliki sinar yang dipetik, rebab, alat musik junki, biola, siter dan berbagai alat musik lain yang sudah dikenal di kalangan orang-orang fasik, bodoh dan hobi dengan musik. Ini semua adalah barang haram tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ulama di dalamnya. Siapa yang mengatakan adanya perselisihan maka orang tersebut boleh jadi salah paham atau kalah dengan hawa nafsunya sehingga pada akhirnya buta dan tuli dari kebenaran dan tergelincir dari jalan takwa”.([9])
Gambar al-‘Uud
Gambar as-Shanj
Gambar Rebab
Gambar Junk
Gambar Kamanjah
Gambar Sinthiir
- Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
مِنَ الْمَكَاسِبِ الْمُجْمَعِ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا الرِّبَا وَمُهُوْرُ الْبَغَايَا وَالسُّحْتُ وَالرِّشَا وَأَخذُ الْأُجْرَةِ عَلىَ النِّيَاحَةِ وَالْغِنَاءِ وَعَلىَ الْكَهَانَةِ وَادِّعَاءُ الْغَيْبِ وَأَخْبَارِ السَّمَاءِ وَعَلىَ الزَّمْرِ وَاللَّعْبِ الْبَاطِلِ كُلِّهِ
“Diantara profesi yang disepakati keharamannya adalah riba, upah melacur, uang suap, upah yang didapatkan karena menjadi tukang meratap, menyanyi plus musik, menjadi dukun, mengaku-aku mengetahui masa depan dan berita-berita langit serta upah karena meniup seruling dan semua permainan yang sia-sia”.
- al-Ghumari mengatakan,
حَتَّى إِبْلِيْسَ دَاخِلٌ فِيْ إِجْمَاعِ الْعُقَلَاءِ عَلىَ تَحْرِيْمِهِ
“Sampai-sampai Iblis pun terhitung di antara makhluk yang memiliki akal sehat yang bersepakat untuk mengharamkan alat musik”.
Dalam bukunya, as Sama’ Ibnu Rajab al-Hambaliy rahimahullah mengatakan,
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَغَيِرِهِمْ مَا يُوْهِمُ عِنْدَ الْبَعْضِ إِبَاحَةَ الْغِنَاءِ، وَالْمُرَادُ بِذَلِكَ هُوَ الْحِدَاءُ وَالْأَشْعَارُ
“Terdapat riwayat dari sebagian salaf semisal sahabat yang bisa dipahami bahwa mereka membolehkan nyanyian. Nyanyian yang mereka bolehkan adalah syair penggembala atau syair secara umum (baca: nyanyian sederhana tanpa musik)”.([10])
(Diambil dari buku Kumpulan Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) Lihat Talbis Iblis, 282.
([2]) Lihat Talbis Iblis, 284.
([3]) Lihat Talbis Iblis, 283.
([4]) Lihat Talbis Iblis, 280.
([5]) Majmu’ Al Fatawa, 11/576-577.
([6]) Ighatsatul Lahfan, 1/248-249.
([7]) HR. Ahmad (23074) dishahihkan oleh al-Arnauth.
([8]) Artikel www.muslim.or.id, oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
([9]) Muhammad bin Yusuf al-Kaafiy al-Maalikiy, Al-Ajwibah al-Kaafiyah ‘An al-As-ilah as-Syaamiyah, 1/93
([10]) http://islamancient.com/articles,item,626.html?PHPSESSID=8b04a37a78bcd730d4024624955d56a5