Al-‘Allaamah ‘Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’alawiy rahimahullah berkata:
أَوْ نِسْيَانُ الْقُرْآنِ.
“Atau melupakan al-Qur`an.”
Imam As Suyuti rahimahullah pernah berbicara tentang hukum melupakan Al Qur’an([1]), beliau berkata:
نِسْيَانُهُ كَبِيرَةٌ صَرَّحَ بِهِ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ وَغَيْرِهَا
‘Melupakannya (hafalan al-Qur`an) adalah sebuah dosa besar, (dimana) imam Nawawi rohimahullah telah menyatakannya dengan terang di dalam ar-Raudhah dan selainnya.’
Lalu beliau menyebutkan hadits Abu Dawud:
Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
«عُرِضَتْ عَلَيَّ أُجُورُ أُمَّتِي حَتَّى الْقَذَاةُ يُخْرِجُهَا الرَّجُلُ مِنَ الْمَسْجِدِ، وَعُرِضَتْ عَلَيَّ ذُنُوبُ أُمَّتِي، فَلَمْ أَرَ ذَنْبًا أَعْظَمَ مِنْ سُورَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ أَوْ آيَةٍ أُوتِيَهَا رَجُلٌ ثُمَّ نَسِيَهَا»
“Pahala-pahala umatku diperlihatkan kepadaku hingga (pahala) kotoran yang seseorang mengeluarkannya dari masjid. Dan diperlihatkan kepadaku dosa-dosa umatku, dan aku tidak dapati dosa yang lebih besar dari dosa seseorang yang diberi ni’mat hafal Al Qur’an atau suatu ayat, kemudian ia melupakannya.” ([2])
Beliau juga meriwayatkan hadits sebagai berikut,
Dari Sa’d bin ‘Ubadah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,
«مَا مِنَ امْرِئٍ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ، ثُمَّ يَنْسَاهُ، إِلَّا لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَجْذَمَ»
“Siapa yang menghafal Al-Qur’an namun kemudian melupakannya, maka ia akan bertemu Allah pada hari kiamat dalam keadaan terserang penyakit sopak.”([3])
Imam Tirmizi rahimahullah mengatakan bahwa hadits tersebut gharib atau dha’if.
Ketika Imam Bukhari di tunjuki hadits tersebut, Beliau tidak mengetahuinya dan melihatnya sebagai hadits yang gharib, sedangkan hadits kedua dikomentari oleh Al Munziri rahimahullah: dalam sanadnya ada Yazid bin Abi Ziyad, ia tidak dapat dijadikan hujjah dan ia juga munqathi’.([4])
Jika hadits-hadits yang dijadikan landasan orang yang mengatakan bahwa melupakan hafalan Al-Qur’an adalah dosa besar telah jelas kelemahannya, maka yang tersisa adalah celaan terhadap tindakan melupakan hafalan Al Qur’an tersebut, akibat sang penghafal tidak rajin muroja’ah (mengulang – ulang) namun tidak sampai kepada keharaman apalagi dosa besar.
Allah ﷻ telah berfirman:
وَمَن أَعرَضَ عَن ذِكرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكًا وَنَحشُرُهُۥ يَومَ ٱلقِيَٰمَةِ أَعمَىٰ ١٢٤ قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرتَنِيٓ أَعمَىٰ وَقَد كُنتُ بَصِيرًا ١٢٥ قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتكَ ءَايَٰتُنَا فَنَسِيتَهَاۖ وَكَذَٰلِكَ ٱليَومَ تُنسَىٰ ١٢٦
“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam Keadaan buta, Padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (QS. Thaha: 124-126)
Tentang ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
أَمَّا نِسْيَانُ الْقُرْآنِ مَعَ فَهْمِ مَعْنَاهُ وَالْقِيَامِ بِمُقْتَضَاهُ فَلَيْسَ دَاخِلاً فِيْ هَذَا الْوَعِيْدِ الْخَاصِّ، وَإِنْ كَانَ مُتَوَعَّدًا عَلَيْهِ مِنْ جِهَةٍ أُخْرَى
‘Adapun lupa terhadap al-Qur`an, bersamaan dengan memahami maknanya dan melaksanakan konsekuensinya, maka tidak termasuk dalam ancaman khusus ini, sekalipun dia terancam dari sisi yang lain.’([5])
Beliau juga berkata di tempat lain,
وَقَدْ أَدْخَلَ بَعْضُ الْمُفَسِّرِيْنَ نِسْيَانَ الْقُرْآنِ بَعْدَ حِفْظِهِ فِي الْوَعِيْدِ الْوَارِدِ فِيْ هَذِهِ الآيَةِ..لِأَنَّهُ جُزْءٌ مِنْ الْإِعْرَاضِ
“Dan sebagian ahli tafsir telah memasukkan lupa terhadap al-Qur`an setelah menghafalnya dalam ancman yang disebutkan di dalam ayat ini… dikarenakan melupakan al-Qur`an termasuk satu bagian dari i’raadh (berpaling dari al-Qur`an).”([6])
Namun, jika dia tidak berbuat demikian lalu lupa, maka Nabi ﷺ pernah bersabda:
«يَرْحَمُهُ اللهُ لَقَدْ أَذْكَرَنِي كَذَا وَكَذَا، آيَةً كُنْتُ أُنْسِيتُهَا مِنْ سُورَةِ كَذَا وَكَذَا»
“Semoga Allah merahmatinya, sungguh dia telah mengingatkanku akan ayat yang demikian-demikian dari surat demikian dan demikian yang telah dibuat lupa.”([7])
Maka, seorang jika dia lupa terhadap sebuah ayat, lantas dia mudzakarah (mengingatnya kembali), maka ini adalah perkara yang terpuji. Akan tetapi, jika dia melupakan sebuah ayat lantas dia melalaikannya dan bergampangan, maka orang inilah yang mendapatkan dosa dengan dosa yang hanya Allah yang lebih mengetahui seberapa besarnya.([8])
Dengan demikian janganlah sampai seorang Muslim enggan menghafal Al Qur’an karena takut lupa dan dosa besar padahal bagi yang tidak menghafalnya justru tidak berdosa, tetapi marilah kita semua berusaha sekuat tenaga untuk menghafal Al Qur’an dan menjaganya karena begitu besar keutamaan yang Alloh berikan kepada orang – orang yang berusaha menghafal dan menjaga Al Qur’an.
Wallahu a’lam.
(Diambil dari buku Kumpulan Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqaan Fii ‘Uluumil Qur`an, I/363
([2]) Dha’if, HR. Abu Dawud (461), at-Tirmidzi (2916), at-Thabraniy dalam al-Ausath (6489), as-Shaghir (547), al-Baihaqiy (4312), Ibnu Khuzaimah (1297)
([3]) Dha’if, HR. Abu Dawud (1474), Ahmad (22456), Ibnu Abi Syaibah (823), at-Thabraniy al-Kabir (5390) dan lainnya
([4]) ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud, (IV/242)
([5]) Tafsir Ibnu Katsir, III/169
([6]) Ibnu Katsir, Fadhailul Qur`an, 137
([8]) Jawaban dari Syaikh Muqbil rahimahullaah dalam kitab Ijabatus Sail, soal no. 199.






