Keyakinan Pertanda-Pertanda Kesialan

  1. Keyakinan bahwa suara burung hantu, gagak, burung rajawali, dengungan telinga, denyutan (kedutan) mata, gatalnya tangan, atau kesemutannya kaki adalah pemberi peringatan terhadap kesialan.

 

Semua hal ini adalah termasuk keyakinan-keyakinan yang ada pada masa jahiliyah, dan Islam datang untuk membatalkannya.

 

Imam Muslim mengeluarkan hadits, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ وَلَا غُولَ

 

“Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya tanpa idzin Allah), tidak ada thiyarah (merasa bernasib sial karena sesuatu), tidak ada (kesialan pada) bulan Shofar, tidak ada (kesialan karena) burung hantu, dan tidak ada hantu (yang bisa menyesatkan).”([1])

 

Thiyarah, bermakna tasyaa-um, merasa bernasib sial (pesimis). Maka tidak boleh pesimis ataupun optimis karena sesuatu, dikarenakan segala perkara ada di tangan Allah.

 

Di dalam hadits yang dikeluarkan oleh al-Baihaqiy dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

مَنْ عَرَضَ لَهُ مِنْ هَذِهِ الطِّيَرَةِ شَيْءٌ فَلْيَقُلْ اللهم لَا طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ ، وَلَا إِلٰهَ غَيْرُكَ

 

“Barangsiapa meninjau ulang sesuatu gara-gara sesuatu dari thiyarah ini, maka hendaknya dia mengatakan, ‘Ya Allah, tidak ada thiyarah melainkan thiyarah-Mu, dan tidak ada kebaikan melainkan kebaikan-Mu, dan tidak ada sesembahan yang haq selain-Mu.”([2])

 

‘Ikrimah radhiyallaahu ‘anhu berkata, ‘Dulu kami duduk-duduk di sisi Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, kemudian lewat seekor burung yang bersuara keras. Maka berkatalah seorang laki-laki dari kaum tersebut, ‘Baik-baik.’ Maka Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata,

 

لَا خَيْرَ وَلَا شَرَّ

 

“Tidak ada kebaikan, dan tidak ada keburukan.”([3])

 

Saya tambahkan padanya, bahwa terdapat orang yang berpesimis (merasa sial) karena penyebutan kata kematian; jika kata itu disebut di sisi mereka, mereka berkata, ‘Mudah-mudahan keburukannya jauh’ atau ‘Keburukan pergi dan jauh’. Padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana hadits al-Baihaqiy,

 

أَكْثِرُوا مِنْ ذِكْرِ هَادِمِ اللَّذَّاتِ : الْمَوْتِ ، فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلَّا وَسَّعَهُ عَلَيْهِ، وَلَا ذَكَرَهُ فِيْ سِعَةٍ إِلَّا ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ.

 

“Perbanyaklah kalian mengingat penghancur segala kelezatan; yaitu kematian; dikarenakan tidaklah seseorang mengingatnya pada waktu sempit kehidupan, melainkan hal itu akan membuatnya lapang, dan tidaklah ia menyebutnya di saat kelapangan melainkan ia akan menyempitkannya.”([4])

 

Terdapat juga orang yang merasa bernasib sial karena warna hitam ataupun biru. Ini juga tidak diperbolehkan, dikarenakan merasa bernasib sial karena sesuatu adalah kesyirikan.

 

Abu Dawud telah mengeluarkan hadits bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

«الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، »

 

Thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan.”([5])

 

Thiyarah adalah tasyaa-um (merasa bernasib sial) sebagaimana telah berlalu bersama kita. Atas dasar itulah tidak boleh merasa sial karena warna-warna tertentu, atau karena hari-hari, nomor-nomor, dan orang-orang tertentu, ataupun apa saja. Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,

 

قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا

 

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami…” (QS. at-Taubah (9): 51)

 

(Diambil dari buku 117 Dosa Wanita Dalam Masalah Aqidah Dan Keyakinan Sesat, terjemahan kitab Silsilatu Akhthaainnisaa`; Akhtaaul Mar-ah al-Muta’alliqah bil ‘Aqiidah Wal I’tiqaadaat al-Faasidah, karya Syaikh Nada Abu Ahmad)

______________________

Footnote:

 

([1]) HR. Muslim (2220, 2222), al-Bukhari (5425), Abu Dawud (3913), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (4/391)-pent

([2]) HR. At-Thabraniy di dalam ad-Du’aa`(1270)-pent

([3]) Al-Mujaalasah wa Jawaahirul-‘ilmi (3/297) -pent

([4]) HR. At-Tirmidzi (2307), an-Nasa`iy (2/73), at-Thabraniy dalam al-Ausath (8560), Shahiih al-Jaami’ (1211), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (3333), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (2/73)-pent

([5]) HR. Abu Dawud (3910), Ibnu Majah (3538), at-Tirmidzi (1679), as-Shahiihah (429), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (4/389)-pent

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *